12/06/16

Akhir Cerita

Tak ada lagi kata untuk dirangkai, tak ada lagi rasa tuk dikenang. Dalam suka dan duka, dengan luka dan nestapa menatap lirih menjauh dari peradaban.
Kini tak ada lagi alunan nada pembawa mimpi. Kututup semua pintu menuju hadirmu, kuhapus semua rasa menuju hatimu dan kukubur semua memori akan indahmu.
Entah tuk brapa lama liang itu akan menutup. Terkunci dikedamaian abadi, menarik diri dari milik penjaga rasa. Melepaskan semua yang pernah dimiliki, berharap waktu melambat menuju keabadian.
Kuputar balik arah hidupku, mencari jalan baru menuju finishku. Menempuh liku asing yang menarikku lebih dekat pada kehampaan. Namun inilah jalan itu, sejauh apapun inilah perjalanan hidupku.
Tak akan ada lagi cerita baru, tak akan ada lagi kenangan semu. Semua tlah berakhir disini semua tlah terkubur disini.
Inilah akhir perjalanan ceritaku, tentang dunia beserta malamnya, tentang hadirmu dan semua kenangannya.
Aku tidak kalah ataupun mengalah, menempuh jalur baru tuk mencapai finishku. Setapak demi setapak waktu menyeretku menuju akhir perjalanan semu.
Ceritanya telah usai, jalinannya telah berakhir, dayanya telah mati. Bukuku telah menuju lembar terakhir, menutup rasa dan cerita. Entah dengan rasa apa dan bagaimana. Namun inilah akhir kisahnya.
Namun bukuku tak pernah kututup.

08/06/16

Kehilanganku

Kerikil tetap kerikil, tidak berbayang ditengah siang. Seberapun besar harapnya tuk bersatu kembali dengan terang, bayangan kan senantiasa menutupi hingga kerikil takkan terlihat.
Berapapun upaya yang dikerahkannya, kenangan itu tak kan pernah hadir lagi. Sikap itu takkan pernah ada lagi, kalimat itu takkan terdengar lagi. Karna kerikil hanya tlah tertinggal dalam kenangan.
Berharap tumbuh besar layaknya bayangan menyertai terang. Kerikil tak akan menang melawan takdir alam. Takkan pernah sama yang terjadi. Terang hanya milik sang bayang.
Diamlah, tutup telingamu, pejamkan matamu dan jangan berharap rindu akan datang menyapa. Walau sekedar dusta pelipur duka, terang takka pernah mengucapkannya.
Ingatlah dirimu, hanya setitik noda dimuka bumi, kecil tak berdaya dan tak kan terlihat. Abaikan dunia lihatlah kedalam bumi, dimana kesunyian hakiki hadir menelan semua harap yang tlah terbuang. Beri selamat padanya, yang mendapat semua yang kau harap. Tundukan dirimu dan sadarlah dimana kau kini.

07/06/16

Mentariku

Waktu terus berlari, setiap detiknya terasa menyiksa, berharap malam segera berlalu. Ku dambakan hangatnya mentari. Walau dalam kebutaan dan kebisuan tak mengapa asal damai terasa nyata.
Walau malam tak mempunyai bayangan, mentariku pun turut menghilang. Memang sudah suratan takdir, bayangan berjodoh dengan mentari.
Wahai penguasa malam, lewatkanlah malam ini untukku. Mengalahkan pada terang dan tinggalkan kelammu disini.
Bagai menyeret takdir diri, ku menanti dalam hati. Berharap bertemu dalam mimpi, gundahku menutup pintu diri.
Tersentakku disini, berdiam diri dalam tuli. Memaku raga bertahan dalam sunyi, berharap ia datang dengan hati. Terkulai lemah disudut diri, meratapi nurani yang tlah mati.
Akankah datang lagi, kehangatan mentari yang hakiki.
Malam terasa menyiksa saat ini. Mematahkan langkahku tu menyusuri bumi. Mencari arti yanh tlah pergi, tak terdengar kabar walau hanya sekali.
Kuinginkan malam cepat berlalu. Penguasa malam, lenyapkan kesunyian dalam hening yang menyiksa. Kurindukan mentari walau dalam kebutaan dan kebisuan.
Ia datang dan kini kembali pergi, akankah malamku segera terlewati.

Merlin


"Di dua dunia ku beralih, menyeret sepenggal rada yang tersisa. Indah malam tlah kulalui, hingga sunyinya tlahbmenjadi sunyiku. Akankah angin mengerti arti dalam setiap desahnya. Nurani menjerit menarik diri dari kedamaianya.
Dengannya ditumbuh, dan olehnya ku belajar hidup. Entah ingin atau harap, berdebar keras hingga meloncat ke liang. Vokal terngiang keras, menjeritkan sebuah nama yang berlabuh di samudra memori. Inikah yang mereka sebut rindu. Keinginan semu yang tak mungkin jadi nyata. Adalah sunyi yang menyambutnya.
Aku adalah sang malam pembawa petaka. Ribut badai memporak poranda tepian pantai. Inikah cemburu itu! Muncul dalam badai di tengah kehampaan. Untuknya insan meratap pilu bersujud penuh doa. Ratapan menyayat hati tak terletakkan menghujam sang kasih. Tak pelak tangan dingin menepis tanpa rasa. Inilah sebuah rasa yang tak pernah sampai."

Dungu & Bulan

Bagai dungu yang berharap kedunguan menghampirinya. Dungu yang selalu berharap memeluk bulan, menanti bintang jatuh tuk dimiliki.
Hanya si dungulah yang mampu setia mengabaikan perih tuk tetap dapat melihat rembulan. Menanti dalam duka sebuah sapaan hangat direlung hatinya.
Pada si dungulah penantian takdir singgah dengan kesayangannya, mengukir kembali suka diatas lukanya.
Dungu dalam harapan kosong, menatap nanar pada bintang. Iri pada sinarnya yang membuat bulan terlihat indah.
Pengelana jiwa meminjam pena pada dungu, membuat pena menari di tengah awan, mengukir sesuatu yang menghibur sang dungu.
Pengelana mencoba mengganti bulan dengan gumpalan awan yanh diwarnai, berharap si dungu merelakan setengah hatinya pergi.
Dungu yang tak pernah berakal, hidup dengan segenggam rasa yang ia simpan. Tetap setia menanti bulan dalam keheningan dukanya.
Menatap langit berharap bulan kan menyapanya, karna sang bulanlah si dungu dapat bertahan.

Kebutaan Dalam Terang

Wahai malam yang menangkan, kedamaian dalam sunyimu menentramkan jiwa para pengelana. Keheningan kegelapan yang kau rajai tlah menjaga raga penjelajah malam.
Namun terselip rindu pada terang, terang yang selalu hadir takkala matahari bersinar. Terang yang dulu terasan menyenangkan dan penuh kelembutan.
Wahai penjaga mimpi, bukannya ingin kuberpaling, meninggalkan indahnya bintang di langit malam. Tapi himpitan rasa yang tertumpah menghentakkanku pada siang.
Kutakut akan bayangan yang senantiasa menyertainya. Namun ku rindu terangnya yang menghangatkan jiwa, menenangkan gemuruh didada.
Ingin kumiliki terangnya dan kunikmati damau hangatnya. Tanpa kusadar bayangan setia selalu menggelitik emosi, mempermainkan logika hingga jiwa kembali pada kegelapan.
Dengan sisa rasa di jiwa dan kekuatan terakhir dalam raga. Kuberanikan diri bermandikan cahaya, kunikmati hangatnya matahari. Dengan mataku sebagai bayarannya.
Walau tak dapat kulihat cahayamu, aku tetap mendapatkan kehangatanmu. Kudapat memiliki dan merasa memiliki kehangatannya. Dalam kebutaan hangatmu menentramkan.
Dalam sadar kusandarkan rasa pada kehangatan, satu-satunya yang dapat kumiliki dari siang dan hanya hangat yang memang untukku, memang milikku dan hanya itu yang memang tempat bagiku.
Biarlah terang setia pada bayangan. Ku akan diam dalam kebutaan dan ketulian. Menikmati milikku yang hangat, entak itu siang atau malam bagiku kini hanya kegelapan tiada akhir.
Hanya kehangatannyalah yang dapat kumiliki dan tak tersentuh. Terima kasih tuk setitik harapan.

06/06/16

Dipenghujung Waktu

Disedikit sisa waktunya, ratap pilu itu terdengar hingga pelosok kota. Membuat gelisah yang mendengarnya, melapangkan semua rasa hingga kembali pada ketiadaan.
Dalam sudut jiwanya, terbersit secercah harap. Harap yang tak kunjung terucap, berharap sang takdir melewati dan mengabaikannya.
Wahai sang waktu, lengkapi aku dengan kisahmu. Hadirilah panggung kehidupan yang penuh sorak sorai pemilik raga.
Duhai kau pemilik hati, nyanyikan syair indahmu untukku. Belai luka yang tak kunjung sembuh dan kecuplah sunyi mimpiku.
Padamu yang selalu hadir dalam malamku, katakan pada penguasa mimpi, lambatkanlah waktu untukku. Hingga dapat kukenang lebih lama kisah tak berdasar yang tlah terlupa.
Engkau yang merajai rasa. Titahkan perintah tegasmu, pancunglah rindu yang membelenggu. Singkirkan beban yang menghambat dan perintahkan tentaramu menanam kebun cinta di gurunku.
Bagimu pemilik jiwa, ambillah kembali yang tlah kau miliki. Rebut rampasan perangmu dan simpan harta berhargamu. Hempaskan mereka yang menyentak langkahmu, perangi gundah jiwaku.
Hanya disudut waktu ku bersimpuh, berdoa dalam diam, berharap dalam sunyi dan menangis di tengah badai. Menanti hingga alam menyeleksi isinya.

Mentariku

Hanya malam yang mengerti kan ku, hanya malam yang mendekapku dalam damainya, hanya malam yang setia hadir di hari-hariku, hanya malam yang tak pernah menyentuh lukaku.
Dalam terang siang ku selalu merindukan bintang, dalam hangatnya mentari ku berlari mencari bulan, dalam ramainya petang kuberharap akan sunyinya malam.
Mentari mencintaiku dengan kehangatannya, menyambut ragaku dengan sinarnya. Berbagi terangnya dalam sepiku, merengkuhku kembali pada keramaian hatinya.
Tapi ku tak siap pada bayangan, yang senantiasa hadir di setiap siangku. Mengikuti setiap langkahku dan setia hadir dalam terangku. Kuinginkan mentari ku tanpa kehadiran bayangan yang menyertainya.
Angin membawa kabar duka dan suka, angin dapat hadir di setiap masa, angin dalam masuk dalam setiap kehidupan, dapat hadir dalam siang maupun malam.
Kuserahkan rinduku pada angin malam, bawalah ia pada terangku. Kutakuti bayangan siang, yang menyiratkan setiap rasaku.
Dikala senja datang, kuberharap angin mengembalikan pesanku. Angin malam yang dingin dan disertai hujan badai. Aku menantikan kabarnya.
Kuinginkan awan bersamaku dikala siang, melindungi dari bayangan. Namun mentari tak indah saat tertutup awan. Harapku pada indah mentari, menikmatimu dari sudut sunyiku.
Meringkuk ku si sudut gua, bersembunyi dari bayangan setia. Berharap merasakan hangatmu, raga rindu bermandikan cahaya, cahaya kesetian suci yang lahir dari harapan di pelupuk rindu.
Seandainya terangnya dapat bertahan dalam kelamku yang sunyi. Namun ku yakin ia tak akan bertahan dengan dinginnya malam-malamku.

05/06/16

Aku Adalah Kerikil

aku adalah kerikil yang berhamparan dimuka bumi. memenuhi bumi hingga menjadi sandungan dalam kehidupan.
aku adalah kerikil yang tak habis dimakan jaman. menyaksikn dalam bisu kedamaian dunia atas yang tak akan pernah kumiliki.
aku adalah kerikil pelengkap yang manis disudut duniamu. terpajang dengan rapi dan berharap selalu disana.
aku adalah kerikil yang selalu diabaikan bahkan jika dibutuhkan sekalipun.
aku adalah kerikil yang tak akan didengar walau menjadi saksi terkelam misteri kehidupan.
aku adalah kerikil yang mudah dicampakkan walau berguna untuk membenam hal terkeji dibumi ini.
aku adalah kerikil, materi penting pembangun kehidupan dan aku adalah kerikil bagian kecil dalam kehidupan. tampaku dunia tidak akan sempurna.
aku adalah kerikil yang hingga dunia berakhir tidak akan berubah. akan tetap ada dan diam dalam kebisuan.
aku adalah kerikil, tanpaku sebuah rumah tak akan berdiri, jembatan tak dapat disebrangi, tembok pembatas pun tak akan mampu bertahan.
aku adalah kerikil yang akan dilempar menjauh dari kehidupan saat tak digunakan. aku adalah kerikil hal paling nyata dimuka bumi.

04/06/16

Cinta Dan Harapan




Jika cinta memberikan kisahnya padaku, talah kusediakan singgasana megahnya ditengah hidupku. Mencintaimu dalam rasaku. Berharap tidak melihat bayangan namun sangat merindukan kehangatan cahaya. Menyatukan kasih dalam sarung kehidupan membentuk keluarga dalam harapan.
Jika cinta melarikanmu dariku, kerinduanlah yang akan mengejarnya. Jika cinta berlalu tanpa kata maka kasihlah yang akan menghadangnya. Jika cinta berpaling tanpa suara maka nyayian rindulah yang akan didengarnya.
Cinta berlari kearah yang salah, mengapa cinta datang jika ia tak tepat. Kenapa kasih hadir jika ia menghilang. Mengapa rindu memaksa duduk dihati jika ia melukai. Dan mengapa harapan selalu hadir di mimpi jika tak akan pernah ku gapai.
Wahai kekasih hati, rajutlah cintamu dengan cinta yang lainnya. Karna cintaku tidak mengikat dan menahanmu tuk tetap disisiku. Walau dengan mengingatmu dapan mengisi hari-hari asing dalam imajinasiku, keihklasan mencintai dalam harapanlah tujuanku kini.
Raihlah jembatan hidupmu, gantunglah hatimu pada ranting kuat nan tinggi. Jangan biarkan angin menjatuhkannya hingga hancur berkeping-keping.
Aku inginmencintaimu dalam keheningan. Seperti mimpi yang tak pernah diingat. Seperti rayuan alam pada bumi. Seperti mentari yang selalu hadir menghangatkan pagi. Seperti angin yang berhembus dan meniadakan hujan dibumi.
Aku ingin mencintaimu dengan caraku. Bagai tarian pena diata kertas yang menorehkan jutaan kata sayang, dan bagai syair-syair yang akan mengalunkan lagu syahdu mendamaikan jiwa. Bagai rembulan yang setia menemani malam walau ia hanya menyampaikan cahaya mentari gelapnya malam.

Kemarilah…




Jangan kau hindari takdirmu walau itu bukan aku. Jalanilah kenyataan pahit yang menimpamu dan telanlah ia bersama badai hatimu. Hadapilah disini sendiri jiwa gersang dalam pengharapan. Ciptakan ruang hampa dan lenyapkanlah rasamu bersama ketiadaan.
Jangan lari dari kisahmu walau aku tak disitu. Hai pemimpi malas,,, bangunlah dan hadapi kenyataan.. kenyataan bahwa aku bukan kisahmu, bahwa aku bukan takdirmu, bahwa aku bukan bagian dari hidupmu. Tapi ketahuilah aku akan tetap mendambakanmu dalam ceritaku dan dalam caraku.
Kemanakah kan kau langkahkan kakimu, garis mu telah jelas dan itu bukan aku. Terimalah dan ikhlaskanlah wahai kekasih hatiku. Menghiburmu dengan caraku jalan tercepat memperbaiki hatiku dan menerima kenyataan bahwa kau bukanlah pendamping hatiku.
Tegaskan hatimu dan raih cinta baru. Suarakan hasratmu dan hantamlah keras egomu. Sampaikan dengan lantang bahwa kau bukan milikku, bahwa kau tidak mendambakanku dan bahwa kau tidak mengingatku.

Sebuah Kisah Tiada Akhir


Tak pernah berharap kebahagian itu datang kembali dan mengulang masanya padaku. Tak pernah terfikir mimpi itu akan hadir kembali dan menemani malamku. Tak terbayangkan rasa itu muncul kembali dan menuliskan kisahnya lagi. Tak terelakkan semua menjadi sebuah kisah.
Mencoba menempuh kembali jalanku, jalan yang selalu kuyakini dengan segenap jiwaku. Setia pada penantian tanpa akhir dan tanpa sebuah kisah. Hanya menjadi kenangan pudar tersudut dalam kotak  penuh tambalan.
Entah darimana datangnya, mantra itu terngiang kembali, mantra yang telah bertahun-tahun hilang dari muka bumi kini kudengar kembali.
“keluarlah… buka pintunya, aku akan masuk, tempatku disitu, buka pintunya sekarang juga, maka aku akan masuk dan menghuninya disana.”
Berharap bayangan akan menelanku keperut bumi dan membaringkan raga dalam damai.
Tiada maksud menghujami dengan badai rasa dan maaf yang bertubi-tubi. Ia hadir dalam keheningan, mencekam setiap makhluk didekatnya, menarikku dalam kesunyiannya makin dalam. Menghempaskan sang waktu tuk sementara menikmati ketakukan hakiki yang merajai dunia.
Hanya suara waktu yang berkuasa, memecah segala keheningan tak berdasar. Memori terpendam berlari-lari indah dipelupuk mata. Menghantam dalam kelembutan ingatan sang kasih kembali pada pemiliknya.
Biarlah cinta membunuh dunia dan menggantinya dengan harapan yang hangat. Menumbuhkan ilalang keindahan dipagari harapan dan selalu dipupuk dengan kerinduan. Menanti dan merawat dalam kesabaran emosi.
Menunggu tuk memetik dan menikmati buah cinta pahit yang tak pernah berbuah. Akankah keajaiban datang yang menerangi kebun jiwaku. Membawa kembali hatiku yang tlah direnggut pergi. Mengembalikan kenyamanan ratap dalam pelukanku.
Akankan cinta kembali hadir menyemai gersang hati yang tlah melupakan kekasihnya.
Akankah kerinduan kembali menang dan menceritakan kembali kisahnya.
Akankah milikku dapat kugenggam lagi.
Tataplah walau disudut matamu, ingatlah walau diujung hatimu, rengkuhlah walau dengan kepalan tanganmu. Kekerasan dalam cinta yang selalu kunantikan. Tak akan pernah terucap tuk terus menanti. Membiarkannya tuk dimiliki kembali dalam ego mentari yang tak akan pernah terbit.

03/06/16

Aristoteles &Kahlil Gibran



Dalam hidup, akan ada seseorang yg tak peduli betapa dia menyakitimu dan kamu membencinya, dia masih saja dicintai oleh hatimu.
~Aristoteles~
Apa itu teman? Satu jiwa yang mendiami dua tubuh.
~Aristoteles~
Harapan adalah impian yang terbangun
~Aristoteles~
Puisi bukanlah pendapat yang dinyatakan. Ia adalah lagu yang muncul daripada luka yang berdarah atau mulut yang tersenyum.
~Kahlil Gibran~

Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau subur dengan penuh rasa terima kasih.
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu. Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa memerlukan kedamaian.
~Kahlil Gibran~

Aku akan berjalan bersama mereka yang berjalan. Kerana aku tidak akan berdiri diam sebagai penonton yang menyaksikan perarakan berlalu.
~Kahlil Gibran~

Bila dua orang wanita berbicara, mereka tidak mengatakan apa-apa; tetapi jika seorang saja yang berbicara, dia akan membuka semua tabir kehidupannya.
~Kahlil Gibran~