Dari dulu aku
menyadari satu hal, apabila seseorang merasa lebih nyaman dengan ditemani benda
mati seperti komputer atau buku daripada orang, maka itu berarti ia sudah
memasuki permasalahan serius dalam psikologi.
Mutisme Elektif
: salah satu gangguan fungsi social dimana seseorang mampu berbicara namun
enggan untuk melakukannya dikarenakan alasan emosianal.
Hal tersebut
hampit terjadi kepadaku dulu, tanpa aku sadari dan tanpa aku rencanakan.
Tenggelam dalam buku, berharap tidak bertemu manuasia lainnya saat keluar
rumah, tidak mampu keluar dari zona nyamannya sendiri dan mengganggap orang
lain adalah musuhnya.
Dianggap sombong,
tidak pengertian, tidak peka dan tidak-tidak yang lainnya. Dan aku sendiri tak
pernah paham apakah dan siapakah aku.
Masalahku tidak
nyata,,, masalahku masalah yang aku bangun sendiri di alam bawah sadarku dan
tersimpan sekian lama sejak masih kecil. Apa masalahku… bagaimana memulai
mebicarakannya… apa yang harus kubicarakan lebih dahulu dan kepada siapa aku
harus membicarakannya???
Namun ada satu hal yang aku yakini dan dapat
kupastikan dalam sadarku hingga saat ini, aku tau siapa pemicu dibalik semua
sikapku ini.
Ketidakmampuan untuk
mengungkapkan kata ingin dan tidak mau. Ditambah tekanan tidak berdasar yang
selama ini aku terima dalam sadar atau tidak. Kehilangan tempat berpijak dan
tempat berbicara dalam sekejab.
Semuanya mengubah
pandanganku dan ingatanku tentang masalalu. Entah hal tersebut nyata atau
tidak, tak ada yang tau.
50% kenangan yang
aku anggap nyata ternyata hanyalah keinginan semu bawah sadarku. Keinginan tuk
memiliki memori manis dengan lingkungannya. Entah berdasarkan nyata atau tidak.
Dan pada
intinya semua hal tersebut sudah lewat masanya. Saat ini aku telah memasuki
fase yang lebih baik, lebih mampu mengutarakan apa yang aku inginkan tanpa
bergetar dan meneteskan air mata.
Ada satu hal
yang kuingat dengan pasti dan ini adalah nyata adanya; beberapa orang yang
mengenalku sering menganggapku sedang menangis padahal kenyataannya tidak sama
sekali, hanya karna mataku terlihat seperti orang menangis padahal tidak ada
air mata.
Simpulkanlah sendiri
apa maksudnya, karna akupun tidak memahaminya dengan pasti.
Ketakutan terhadap
pandangan orang lain yang tak berdasar. Merasa rendah diri terhadap hal yang
sangat mampu kulakukan. Merasa bersalah terhadap kesalahan apapun di hidupnya. Merasa
sendiri dan selalu merasa tidak tenang.
Haruskah berterima
kasih pada masalalu dan melupakan “sumbernya” bahwa ialah penyebab semua hal
itu.
Karna dibalik
semua itu, orang dewasa merasa bahwa aku anak yang ‘aman-aman’ saja. Hanya karna
gampang diatur, tidak banyak menuntut dan tidak terlibat dalam banyak hal yang
mengkhawatirnya. Menurut pandanganku, atau mereka berfikir sebaliknya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar