27/05/16
Aku Pulang
27 mei 2016, pagi yang menyenangkan. Aku bangun dari tidurku dengan air mata di pipi kiriku. Bukan.... bukan karna aku sakit atau sedih, itu air mata kebahagian (menurutku).
Aku akan selalu mengingat malam ini, dari seluruh malam dihidupku sejak terakhir beliau memanggil namaku, akhirnya aku mendengar suaranya lagi.
Begini ceritanya.
Selama belasan tahun sejak kepergiannya, aku tak pernah memimpikan papa (pernah beberapa kali tapu beliau menghindariku dan tidak mau menatap apalagi berbicara).
Tapi malam ini berbeda, ia berbicara padaku, membelaiku dan menanyakan keadaanku. Luar biasa...... Sesuatu yang sangat sangat sangat aku rindukan melebihi apapun di dunia ini.... Papa...
Saat itu sore hari dan papa sedang tiduran dengan mama di ruang tengah di rumah nenek dipadang, papa tidur dipunggung mama. Disampingnya ada sebuah bantal dengan sarung biru yg aku ingat.
Dirumah itu sedang ada acara pernikahan diruang tamu, dan kamar kami dipakai sebagai kamar pengantin entah siapa itu.
Melihat papa sedang tiduran, aku ikut tidur di sampingnya, lebih tepat dipunggungnya. Tidur dengan sangat perlahan, karna disitu aku takut dengan papa yang sudah lama tidak berbicara denganku.
Menyadari kehadiranku, papa berbalik dan menatapku. Entah apa arti tatapan itu, ada rindu dimatanya, ada rasa bersalah dan ada rasa iba. Jangan menatapku seperti itu pa fikirku.
Kemudian terdengar suara mama "tanyakan keadaanya, sudah sekian tahun anak dibiarkan saja" begitu katanya. Tak lama papa membelai ku kepala, mata, pipi, bahu hingga ketelapak kakiku (semua bagian kiri karna aku tidur miring). Papa bertanya "baa ia? kaki ko baa?" (artinya : "bagaimana keadaan dia? kakinya kenapa?" beliau memegang telapak kakiku yg tak kunkunh sembuh dari alergi). Tak terbendung air mata keluar disitu dan aku menjawab "ia sakik pa, sado badan ia sakik, kalau kaki udah lamo sakik" . Papa pun bertanya lagi "apo yang sakik nak, badan dalam ado yang sakik" sambil terua membelai dan menatapku dengan rindu dan iba. Kujawab "ngilu semua pa".
Saat itu aku menyadari satu hal dimimpi itu, aku mendapatkan sebuah jawaban dari pertanyaan yang tidak pernah aku tau pertanyaannya. Disitu aku berkata sambil tersenyum pada papa "papa, aku pulang".
Dan suara mobil sial itu membangunkanku dari ia yang kurindukan. Kenyataan kembali menyapa.
NB : mimpi ini sangat berarti untukku, kali pertama setelah belasan tahun akhirnya ia menanyakan keadaanku. apapun itu.
AKU PULANG :)
16/05/16
Detiran Rasa
Hanya badai yang mengerti
akan artinya
Hanya badai yang memahami
jeritannya
Hanya badai yang menerima
penderitaannya
Hanya badai yang dapat
menggapai kesepiannya
Hanya badai yang dapat
menenangkan hatinya
Hanya badai yang
mencintainya
Kau tau dalam gelapnya gua
ia berbahagia
Dengan sunyinya gelap ia
bercinta
Dalam keheningan yang sunyi
ia berharap
Berteman dengan keheningan
ia memadu cinta
Menciptakan kerjaan dalam
kehampaan penuh sukacita
Ia dapat menyelami hatiku
namun tidak cintaku
Ia dapat dapat memiliki
ragaku namun tidak hatiku
Ia dapat berkembang biak
dariku namun tidak dengan jiwaku
Ia dapat membangun
keluarganya ditanahnya namun tidak dengan kasihku
Dahagu tak pernah hilang
Rasaku tak pernah mati
Jiwaku bukan jiwa kalian
Hatiku bukan hati kalian
Gunung menjadi saksinya
Langitpun adalah atapnya
Angin menyerukannya
Saksi kisah kita yang tak
pernah Satu
Aku adalah satu hati yang
terluka oleh hati yang lainnya
Aku adalah satu hati yang
setia menantikan hati yang lainnya
Aku adalah satu hati yang
terjerat dalam kesekian hati
Dan mereka adalah hati-hati
penuh dusta
Mereka adalah hati nista
yang ternoda kesombongan
Mereka menyematkan hatinya
pada iblis penjaja cinta
Menghantui setiap malam para
penjaja cinta
Menyiksa sang terkasih dalam
pelukan rapuhnya tangan penyayang
Derap penguasa malam
memanggil iblisnya
Menebarkan terror keseluruh
penjuru negeri
Mengulang kembali cerita
lama
Merangkum dalam mimpi yang
dicuri dari jiwa-jiwa kecil yang terlelap
Menjualnya kepada kegelapan
tak berdasar
Meninggalkan raga-raga
ringkih merintih dalam pilu
Wahai kau disana, tancapkan
kuasamu
Serukan perangmu
TUNJUK SATU BINTANG
Dalam luasnya semesta, diantara banyaknya sinar terang bintang-bintang aku dapat menemukannya dengan cepat dan pasti. Walau tertutup oleh terangnya sinar lain ku yakin itulah bintangku. Dia jauh… sangatlah jauh, namun tetap terlihat indah. Dia kecil… amatlah kecil, namun terlihat paling terang. Dia dingin… amat dingin, namun tetap menghangatkan bahkan hingga membuat jiwaku terasa nyaman dihadapannya.
Hanya dengan ditemani oleh
sinarnya dari kejauhan, kulalui setiap malam penuh kehangatan, penuh harapan
dan penuh impian. Sunyinya malam terabaikan dengan menyadari ia selalu ada
memperhatikan. Dinginnya malam tak pernah mengalahkan kehangatannya yang
mengalir kehati dan tumpah ke tenggorokan, hingga tanpa sadar bibir pun
menyanyikan lagu cinta pilu menyayat rasa rindu di sanubari, syair yang tidak
akan pernah dipahami oleh seorangpun di jagad ini.
Aku sangat mendambakannya,
menginginkannya didalam hidupmu. Menabur benih dan merawatnya bersama hingga
menjadi kebun rimbun yang kaya akan hasilnya. Memenuhi setiap jengkal
perkarangan yang gersang itu dengan keteduhan pepohonan dan rimbunan wangian
bunga nan indah.
Untuknya sang bintang tlah
kugali lait tak berdasar dihatiku, mengukir setiap dindingnya dengan cupid-cupid
kecil yang lincah memburu sang hati dan mengubrunya diliang tak berdasar,
memilikinya dalam hati.
Dalam kemungkinan tak
terbatasia tumbuh kian besar kian kuat dan sangat menguasai. Hingga tak
setitikpun dalam jiwa luput dari kehangatan sinarnya. Disaat awan dan langit
saling mengumbar kemesraan, diantaranya aku merajut rindu dari luka dan
mengobati cinta dalam pilu. Menuai benih asmara yang ditebarkan komet mengiri
jalurnya melintasi angkasa.
Dalam pembaringan ku
dendangkan syair indah nan pilu. Yang dengan nekatnya membawa lari jiwa
keringku mengikatkan pada putih tulang cinta. Cinta yang diharapkan dengan
nyawa berbenih duka dalam kolam rindu luas bak samudera tanpa batas.
Hanya dalam ingatan kau
hadir membelai lukaku, menyembuhkan sayatan perih pelipur lara. Cinta adalah
gagasan alam pada makhluknya. Memberikan yang terbaik dari malam pada
bintangnya.
Wahai penguasa cinta,
ku serahkan hati beku ini dan bawalah ia pada dia satu-satunya penawar racun
hidupku. Berharap sayap-sayap kebebasan dalam membawaku padanya, hanya denganmu
ku dabat terbang bebas lepas dan menemukan arti diri.
Tanpamu tak ada
artinya bebas lepas. Seperti hanya mempunyai 1 sayap, tersiksa dalam kerinduan
mengarungi angkasa menggapai mimpi nan jauh tergantung diujung langit. Digerogoti
oleh rindu yang mengerikan akan kampong halaman.
Mengejar cinta yang
tlah pergi dari pelupuk mata. Menggapai rasa yang berlari dari genggaman. Haruskan
kuteriakkan pada angin hempaskan badainya, hembuskan dengan kencang anginnya
dan turunkan hujannya. Kujeritkan lolongan ini dalam diam hingga urat leher
menengang putus tak terelakkan.
Hentakan perasaan
yang kian kuat memaksaku menyeret raga tak berjiwa menghadapnya. Memohon pada
sang terkasih, sebutlah walau hanya sekali. Sebutlah dengan lembutnya…
sebutlah.. sebutkanlah namaku dengan hatimu.
Rasa yang tak
terlelakkan mendorong kuat hingga tenggorokan, memaksanya tumpah mendamaikan nubari.
Sambutlah.. wahai impian, sambutlah rasa murni ini walau membelakanginya. Anggaplah
ia milikmu walau kau perbudak dalam kekuasaanmu, walau kau pijak dengan
martabatmu. Rengkuhlah ia dalam kerajaanmu dan jadikanlah dayang-dayangmu.
Kebesaran Cinta
Rasa ini membuatku tumbuh kian tegar kian kuat dan penuh perhatian. Melarikan perhatianku sepenuhnya padamu. Membutakan mataku akan sesaknya kehidupan dunia. Mengajarkan arti kesabaran dan ketabahan.
Cinta menyadarkanku tentang keagungan tuhan, membuatku dekat
dengan penciptaku, dan membawaku dalam kerinduan besar kepadaNya.
Cinta… dia yang telah merobek kembali luka penuh bisu itu.
Meruntuhkan benteng yang tlah kubangun puluha tahun. Yang menenggelamkan ku
dalam silaunya karunia Tuhan yang membentang seluar samudera.
Cinta… dia yang membangunkanku tak kala sang mentari
mengintip di kejauhan timur. Yang melayangkan langkah kakiku tuk berlari
menggapai mimpi. Bersorak penuh arti dalam lumpur duka yang selalu mengotori
setiap langkahku. Yang menyiramku dengan hikmah ridhoNya dan membajiriku dengan
hidayahNya.
Cinta hanya sebagian dari misteri hidup yang senantiasa di
abaikan oleh setiap tokoh kehidupan. Cinta dapat tumbuh dibelantara tak
bertuan, tumbuh dengan lebat dan mejalar kesegala penjuru. Menunggu sang
pemilik memetik dan menaruhnya dengan anggun dalam vas beralaskan emas dan
memajang disudut jiwa.
ITS ME……
Dari dulu aku
menyadari satu hal, apabila seseorang merasa lebih nyaman dengan ditemani benda
mati seperti komputer atau buku daripada orang, maka itu berarti ia sudah
memasuki permasalahan serius dalam psikologi.
Mutisme Elektif
: salah satu gangguan fungsi social dimana seseorang mampu berbicara namun
enggan untuk melakukannya dikarenakan alasan emosianal.
Hal tersebut
hampit terjadi kepadaku dulu, tanpa aku sadari dan tanpa aku rencanakan.
Tenggelam dalam buku, berharap tidak bertemu manuasia lainnya saat keluar
rumah, tidak mampu keluar dari zona nyamannya sendiri dan mengganggap orang
lain adalah musuhnya.
Dianggap sombong,
tidak pengertian, tidak peka dan tidak-tidak yang lainnya. Dan aku sendiri tak
pernah paham apakah dan siapakah aku.
Masalahku tidak
nyata,,, masalahku masalah yang aku bangun sendiri di alam bawah sadarku dan
tersimpan sekian lama sejak masih kecil. Apa masalahku… bagaimana memulai
mebicarakannya… apa yang harus kubicarakan lebih dahulu dan kepada siapa aku
harus membicarakannya???
Namun ada satu hal yang aku yakini dan dapat
kupastikan dalam sadarku hingga saat ini, aku tau siapa pemicu dibalik semua
sikapku ini.
Ketidakmampuan untuk
mengungkapkan kata ingin dan tidak mau. Ditambah tekanan tidak berdasar yang
selama ini aku terima dalam sadar atau tidak. Kehilangan tempat berpijak dan
tempat berbicara dalam sekejab.
Semuanya mengubah
pandanganku dan ingatanku tentang masalalu. Entah hal tersebut nyata atau
tidak, tak ada yang tau.
50% kenangan yang
aku anggap nyata ternyata hanyalah keinginan semu bawah sadarku. Keinginan tuk
memiliki memori manis dengan lingkungannya. Entah berdasarkan nyata atau tidak.
Dan pada
intinya semua hal tersebut sudah lewat masanya. Saat ini aku telah memasuki
fase yang lebih baik, lebih mampu mengutarakan apa yang aku inginkan tanpa
bergetar dan meneteskan air mata.
Ada satu hal
yang kuingat dengan pasti dan ini adalah nyata adanya; beberapa orang yang
mengenalku sering menganggapku sedang menangis padahal kenyataannya tidak sama
sekali, hanya karna mataku terlihat seperti orang menangis padahal tidak ada
air mata.
Simpulkanlah sendiri
apa maksudnya, karna akupun tidak memahaminya dengan pasti.
Ketakutan terhadap
pandangan orang lain yang tak berdasar. Merasa rendah diri terhadap hal yang
sangat mampu kulakukan. Merasa bersalah terhadap kesalahan apapun di hidupnya. Merasa
sendiri dan selalu merasa tidak tenang.
Haruskah berterima
kasih pada masalalu dan melupakan “sumbernya” bahwa ialah penyebab semua hal
itu.
Karna dibalik
semua itu, orang dewasa merasa bahwa aku anak yang ‘aman-aman’ saja. Hanya karna
gampang diatur, tidak banyak menuntut dan tidak terlibat dalam banyak hal yang
mengkhawatirnya. Menurut pandanganku, atau mereka berfikir sebaliknya?
Langganan:
Komentar (Atom)